Suluh Trenggalek – Alat Peraga Kampanye (APK) pendukung kotak kosong tampak sudah terpasang di beberapa titik. Kehadiran kampanye lewat alat peraga ini bisa menjadi warna bagi ruang demokrasi elektoral yang sedang berlangsung-khusunya “demokrasi baliho”. Kampanye lewat alat peraga kampanye yang sudah terpasang di beberapa titik setidaknya bisa menjadi sarana pendidikan politik-demokrasi di Bumi Menak Sopal.
Bagaimana melogika kehadiran pendidikan politik dalam kampanye kotak kosong tersebut? Sederhananya, dengan munculnya istilah kotak kosong yang tersebar di publik, maka publik akan bertanya seluk-beluk kotak kosong. Lalu mereka akan mengetahui bahwa dalam Pilkada ada kotak kosong yang dikontestasikan.
Pertanyaan-pertanyaan lain muncul, yang akan melahirkan obrolan dan diskusi, baik formal atau informal, baik secara intensif atau sambil lalu. Baik yang membuat orang mengerti atau malah bingung.
Pengetahuan tentang kotak kosong-sebagai fenomena yang agak baru-akan melahirkan pengetahuan-pengetahuan yang lain. Ia akan melahirkan pengetahuan tentang regulasi, juga tentang hak-hak kewarganegaraan. APK Kotak Kosong yang ditambahi tulisan bahwa hal tersebut tidak melanggar undang-undang adalah salah satu pengetahuan tentang hak warga negara.
Tentu kampanye yang dilakukan lewat APK punya keterbatasan. Salah satunya adalah bahwa masyarakat belum mendapatkan jawaban apakah kotak kosong akan mereka pilih. Mengingat APK tidak bisa diisi alasan yang panjang, maka sementara bisa kita pahami bahwa masyarakat masih belum banyak mendapatkan alasan kenapa mereka harus memilih kotak kosong.
Belum banyak kelihatan bentuk-bentuk kampanye yang lain. Karena tidak punya kekuatan ‘legal-standing’, sebab tidak ada calonnya alias kosong, maka keterbatasan kampanye kotak kosong terjadi. Pasangan calon tunggal yang jelas orangnya, partai pengusung dan pendukungnya, bahkan difasilitasi oleh KPU untuk memasang alat peraga kampanye. Juga difasilitasi penyampaian visi, misi, dan program lewat acara debat publik di TV yang akan bisa dilihat oleh masyarakat dan dapat diputar-putar kembali lewat Youtube dan media sosial lainnya.
Sedangkan kotak kosong memiliki pengikut dan pendukungnya dalam jumlah yang kecil, terbatas, dan rata-rata kalangan kelas menengah yang belum punya basis massa yang kuat. Tentang kotak kosong, hal ini adalah pengetahuan yang baru dimulai pada Pilkada Trenggalek.
Pengetahuan yang mereka lakukan juga tidak bisa menyebar secara massif. Penyebaran wacana kotak kosong secara mendalam lewat tulisan dan opini tertulis juga hanya terpajang lewat media online yang sulit untuk menjangkau masyarakat luas, mengingat tulisan media massa (online) juga akan berbenturan dengan tradisi malas baca di kalangan masyarakat.
Dilihat dari situ, kerja-kerja komunikasi (opini, propaganda, kampanye) di kalangan pendukung kotak kosong masih jauh panggang dari api. Sama halnya kelompok kritis terhadap petahana yang hanya sebatas berada di komunitas kecil kelompok intelektual dan kaum muda kritis, upaya mengalahkan calon tunggal dan memenangkan kotak kosong diperkirakan masih gagal. Apalagi, di kalangan intelektual di berbagai komunitas, wacana kotak kosong ini menarik untuk diduskusikan karena merupakan hal baru. Tapi belum tentu mereka sendiri akan mencoblos kotak kosong.
Sekali lagi, tentu saja, fenomena kotak kosong ini menarik sebagai pengetahuan baru terutama bagi mereka yang suka menambah pengetahuan tentang politik dan demokrasi. Bisa jadi bahan tulisan yang menarik bagi kalangan akademisi dan lingkaran intelektual. Tapi sebagai sebuah gerakan untuk memenangkan kotak kosong, masih jauh dari syarat-syarat yang diperlukan untuk sebuah kemenangan politik.
Dan di situlah manfaat diskursus ‘kotak kosong’ bagi demokrasi. Ada pembelajaran untuk aktor-aktor demokrasi yang terlibat, baik warga sebagai pemilih (khususnya yang peduli), untuk peserta pemilihan (partai politik dan pasangan calon), untuk panitia penyelenggara, juga warga yang lain.
Bagi saya selaku warga, misalnya. Banyak pelajaran dari munculnya kotak kosong dan riak gerakan pendukungnya. Pertama-tama saya akan memikirkan fakta kenapa ada kotak kosong dan kenapa hanya ada pasangan calon tunggal. Dari hasil berpikir, saya mengetahui fakta bahwa politik itu sangat realistis bagi aktor-aktor politik. Ada pihak yang memandang bahwa munculnya satu-satunya pasangan calon (calon tunggal) dianggap sebagai gagalnya pendidikan politik dan kaderisasi partai politik.
Bagi saya wacana ini kuno, alias sudah jamak dan pandangan yang terlalu klasik dalam politik. Wacana seperti ini sudah menjadi bahan diskusi saya saat kuliah, terutama di mata kuliah pengantar ilmu politik, sistem politik Indonesia, komunikasi politik, dan lain-lain. Itu artinya sudah dua puluhan tahun yang lalu.
Fakta yang saya lihat adalah realitas politiknya. Politik praktis kadang tak bisa se-idealis yang dibayangkan dan diharapkan. Apalagi orang-orang idealis jarang yang masuk politik praktis. Kertiadaan praktisi politik dengan idealisme dan SDM yang bagus menyebabkan politik lebih pragmatis daripada ideal-ideal para pengritik dunia politik dan pengamat yang hanya melihat dari jauh.
Apalagi bicara politik elektoral yang intinya adalah soal kalah atau menang. Para aktor tak ingin konyol mengambil resiko. Mereka sangat logis dalam berpikir: Untuk apa berkontestasi atau memaksakan mencalonkan diri kalau kemungkinan kalah dengan petahana besar?
Pelajaran lainnya bisa didapat dari pasangan calon tunggal. Bahwa munculnya kotak kosong yang salah satunya bertujuan untuk mengalahkan calon tunggal petahana, pihak petahana menyadari bahwa ternyata bahwa pada seluruh masyarakat Trenggalek ternyata juga ada yang tidak menyukai mereka. Bahwa ternyata kebijakan dan tindakan politik yang dilakukan oleh mereka selama ini masih ada kekurangan dan menyisakan ketidakpuasan di kalangan masyarakat. Maka, dari situ mereka akan semakin memperbaik apa yang kurang.
Jadi, dalam hal ini, keberadaan kotak kosong bisa merupakan sinyal bahwa kekuatan kontrol dan kelompok kritis di Trenggalek itu riil. Meskipun kita tidak bisa melihat bahwa kekuatan kotak kosong itu tunggal. Sebab dari beberapa ekspresi politik yang muncul yang bernuansa dukungan terhadap kotak kosong, mereka terbagi-bagi dari beberapa kepentingan dan punya motivasi yang tidak sama.
Yang jelas diskursus yang tercipta akan mengisi ruang demokrasi yang bisa memunculkan perbincangan dan diskusi yang akan membawa pesan-pesan politik yang membuat banyak orang yang berpikir. Diakusi di ruang publik adalah dialektika yang punya potensi memajukan-tergantung seberapa berbobot ide-ide yang muncul, dan tergantung pula bagaimana relasi kuasa dan kepentingan-kepentingan yang menjadi penggeraknya.
Tanpa adanya diskursus, warga yang hidup dalam ruang demokrasi bisa mengembangkan potensi destruktif dalam demokrasi. Di samping itu, diskursus kotak kosng juga dapat mengkomunikasikan nilai-nilai positif yang dimiliki oleh demokrasi itu sendiri. Misal tentang adanya hak-hak warga, pilihan-pilihan politik, serta hubungan sebab-akibat dalam politik yang memungkinkan warga bisa berpikir tentang posisi dan perannya dalam ruang demokrasi.[]